Murid Belajar dari Ponsel Pintar atau Guru Pintar?
(Dimuat di Wawasan, Kamis, 28 Juli 2016)
Guru merupakan
salah satu elemen penting dalam dunia pendidikan, selain sebagai sumber belajar
bagi muridnya sosok guru juga penentu berhasil atau tidaknya sebuah proses
pembelajaran di kelas. Oleh karena itu, seyogyanya kita sebagai seorang guru
terus meningkatkan potensi dan kualitas diri.
Mengapa demikian,
sebab di era dimana murid yang begitu akrab dengan ponsel pintar secara tidak
langsung bisa saja mereduksi peran guru sebagai tempat bertanya para murid. Kemudahan
mengakses internet menyebabkan murid dengan mudah memainkan jarinya untuk
mencari informasi yang belum diketahuinya.
Ada beberapa
cara yang dapat menunjang seorang guru agar lebih pintar dari ponsel pintar.
Pertama, hendaknya guru banyak membaca, baik itu membaca buku yang terkait
materi yang diajarkannya maupun membaca informasi yang bersumber dari media
cetak maupun elektronik. Hal ini penting dilakukan agar guru tidak terkesan
kudet (kurang update) sehingga dalam menyampaikan materi di kelas bisa
dikaitkan dengan isu-isu hangat yang terjadi. Banyak membaca akan memberikan
dampak positif bagi guru, gaya bahasa, diksi, maupun pemilihan kata dalam
penyampaian materi di kelas akan lebih tertata.
Kedua, dalam
mengajar murid hendaknya juga melakukan penelitian terhadap muridnya. Sejauh
mana murid menerima materi yang diajarkan, apa yang menjadi kendala sehingga
terdapat murid yang sulit dalam menerima pelajaran. Memang benar tugas utama
seorang guru adalah mengajar, namun dalam mengajar tidak boleh asal mengajar.
Walaupun
mengajar adalah perilaku yang universal, artinya semua orang dapat
melakukannya. Orang tua mengajar anaknya, pemimpin mengajar bawahannya, pelatih
mengajar anak asuhannya, suami mengajar istrinya ataupun sebaliknya. Dan sudah
barang tentu guru mengajar muridnya. Tetapi dibandingkan yang lain, idealnya
seorang guru harus memiliki kelebihan yang tidak dimiliki oleh pemimpin,
pelatih, dan suami. Kelebihan itu adalah
memiliki kompetensi pedagogik.
Ketiga,
hendaknya guru banyak melakukan sharing atau bertukar gagasan dengan guru lain
utamanya terkait dengan metode, materi ajar, serta inovasi-inovasi dalam
pembelajaran yang dapat membuat murid pintar bukan hanya secara intelektual
tetapi juga secara spiritual.
Kempat,
seyogyanya guru mengeluarkan gagasan, unek-unek, dan pengalamannya dalam
menemui berbagai problematika melalui bentuk tulisan. Ketika guru mengungkapkan
dan mengeluarkan maka hal ini bisa meminimalisir kasus kekerasan dalam sekolah.
Guru sebagai manusia seperti pada umumnya pastilah tak lepas dari masalah yang
mendera dalam kehidupannya. Dan bisa
jadi problem pribadi tersebut berimplikasi pada kondisi psikologis guru saat
mengajar. Sehingga saat mengajar tiba-tiba emosi cepat memuncak. Yang masih
segar dalam ingatan tentu tentas kasus seorang guru yang mencubit murid
sehingga harus berurusan dengan hukum. Kejadian seperti ini tentunya tidak
boleh kembali terulang. Jika raga memerlukan olah raga, maka jiwa juga
memerlukan olah rasa. Dan olah rasa tersebut bisa dilakukan dengan menulis.
Akhirnya, kita
akan menjadi guru yang pintar ataukah kalah pintar dengan ponsel pintar hanya
kita yang mampu menjawabnya dan kita pulalah yang paling tahu tentang diri
kita. Semoga kita semua bisa menjadi guru yang menginspirasi bagi murid kita.
Komentar
Posting Komentar